Thursday, March 4, 2010

Sejenak Berguru pada Marsilan

Kalau kau masih mempermasalahkan penampilan, harta dan kekayaanmu, maka mari aku ajak kau menilik kehidupan seorang petani dari Ranah Minang. Kalau kau masih meminta tunjangan macam-macam, mari kuajak menemui sang petani revolusioner dari negeri Malin Kundang. Kalau masih tak Peduli lingkungan, mari kuajak temui petani dari negeri yang jadi kampungnya orang Padang.

Aku buka koran Kompas pagi ini (5/3). Sedikit malas bin bosan. Headline beritanya masalah Century lagi. Masih juga masalah pemakzulan-lah, presiden yang tak tegas-lah. Semua itu seakan membuatku semakin pesimis saja. (Itu lagi-itu lagi…)

Tapi aku paksakan mataku untuk membuka koran itu lembar demi lembar. Akhirnya Tuhan menjawab kebosananku. Dia menunjukkan aku sebuah berita optimisme. Sebuah profil seorang petani dari Sumatera Barat, Marsilan namanya.

Kesederhanaan
Penampilannya sederhana. Wajahnya sudah bergurat bergaris, menandakan ia sudah setengah abad lebih di dunia. Tak banyak cing-cong. Tak pakai jas atau sepatu super mengkilat. Senyumnya juga tak menipu. Sungguh sebuah kesederhanaan yang kutemui. Aku semakin kagum ketika aku melihat apa yang ia raih.

Beliau menjadi petani berprestasi di kabupaten Padang Pariaman tahun 2000. Pada 2006, sang petani menjadi pentani pemandu teladan nasional. Dan yang paling update, beiau menjadi petani teladan nasional 2009. (Hah..yang bener, Mas…)

Cerita berawal pada 1996, Pak Marsilan mengalami kelangkaan pupuk kimia. Pada awalnya ini membuatnya bingung. Tapi mau bagaimana lagi, diam saja juga tak akan memberi solusi. Akhirnya ia memilih memakai pupuk organik. Ia kumpulkan kotoran-kotoran ternak untuk di jadikan pupuk. Ia akhirnya juga membuat pestisida organik pula dari campuran daun pisang, daun tembakau , dan daun surian.

Pada awalnya ia mengajak beberapa petani untuk bergabung dengannya. Tapi hasil tak membuat mereka puas. Hasilnya jauh dibanding lahan dengan pupuk kimia. Sebagian besar anggota kelompok pun patah arang. Tapi Marsilan terus tegar. Ia yakin bahwa hasil baik akan ia dapat, meski jangka panjang.

Pada akhirnya, hasil baik pun datang. Hasil lahanya jauh mengungguli lahan berpupuk kimia. Lahan Marsilan bisa mengasilkan 7,2 ton pe hektar, sementara yang berpupuk kimia hanya 5,2 ton. Ini yang membuat petani lainnya sadar akan kerja keras Marsilan.

Tolak Insentif Yang paling membuatku kagum adalah sikapnya yang tak besar kepala ketika sukses. Ketika dinobatkan menjadi petani teladan, ia ditawari uang insentif. Tak langsung ia terima saat itu. “Dengan biaya sendiri pun sebenarnya tak masalah.” Itu katanya. Sungguh ini berbeda dengan kebanyakan orang, yang kalau diberi tahu hal itu langsung jawab, “Mana-mana?” (Apalagi anggota dewan ya…)

Akhirnya aku hanya bisa melihat diriku sendiri yang serba kekurangan. Tak punya prestasi tapi maunya dihargai. Sungguh tak punya kontribusi. (Bagi diri sendiri saja tak ada, apalagi bagi bangsa…)

Oke lah kalau begitu, aku mengaku khilaf. Mohon maaf kalau selama ini aku berlagak menggurui. Tapi sungguh aku tak berniat seperti itu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa ada cerita menarik di belahan bumi sana. Kalau kau bisa menarik pelajaran, ya silakan diambil. Ya kalau tidak, aku mohon maaf.



*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya (cetak.kompas.com).



7 comments:

  1. kunjungan siang....
    nice posting...
    aku juga sering males tuh kalo baca, tapi kalo dah dipaksain pasti bnyak ilmu yang kita dapat..

    ReplyDelete
  2. membaca cerita hebat dari petani asal pariaman
    hehe...bangganya aku jadi orang pariaman
    mungkin aku akan belajar dari si bapak bagaimana bercaya pada kemampuan diri sendiri
    hihi...

    ReplyDelete
  3. memang membudayakan petani untuk beralih ke pertanian organik, termasuk dengan membuat pupuk organik saja susahnya bukan main...mereka lebih mengandalkan pupuk kimia..."gampang,hasilnya banyak"

    saya pernah mengalami ketika disuatu desa, kami kelompok KKN bekerja sama dengan penyuluh, dan mau diajari bagaimana membuat pupuk organik saja "alasannya banyak" padahal bapak penyuluh juga datang dengan kerelaannya agar pertaniaan indonesia bisa lebih baik, walau harus terseok-seok diawalnya...tapi dengan pertanian organik nantinya pasti lebih baik dan sehat, hasilnya juga lebih banyak, tapi warganya yang kurang antusias...alias tidak ada waktu. akhirnya dibatalkan...dan diganti di padukuhan lain.

    seandainya semua petani bisa seperti bapak marsilan...
    pasti pertanian indo semakin maju jaya..

    menggurui bagaimana?orang berbagi cerita kan tidak masalah...
    kita bisa belajar dari siapapun, dan dari umur berapapun,
    seperti acara yang aku suka
    Are you smarter than a 5th Grader??

    bukan berarti kita yang bangkotan ini lebih baik dari pada anak sd ato lebih muda dari itu loh...soalnya aku punya pengalaman hehehe...
    jadi
    gag ada siapa menggurui siapa...
    keep writing
    -comment panjang amat yah...
    ganbatte

    ReplyDelete
  4. Banyak realita unik yang tanpa kita sadari ada di lingkungan sekitar kita...
    Betapa "gajah di pelupuk mata tak nampak", kata sebuah nasehat...
    -keep improve sob-

    ReplyDelete
  5. buat ritma:
    Ok kita sam2 bosen berarti hehhe

    buat desfirawita:
    oo alhamdulillah ada orang pariaman mampir. makasih ya, semoga cerita ini bermanfaat

    buat teh maiank:
    ini komen terpanjang yang aku pernah lihat.....
    eh teh, ini ngeblog ato komen hehehhee
    tapi yang penting aku apresiasi banget buat apapun yang teteh sampaikan

    buat bang harto:
    hmm makasih kang...hehe bagi2 contoh

    buat mr Baron:
    Ok, aku akan keep improving ......

    ReplyDelete
  6. berlajar dari siapa aja dimana aja...nice bro...

    ReplyDelete